Alor
Ilawe
Indonesia
Pantai Ilawe
pesiar
traveling
Gagal ke Pulau Kepa, Akhirnya Melipir ke Ilawe
March 02, 2016
Selama 10 hari berada di Alor, pantai yang paling
sering saya kunjungi adalah Pantai Sebanjar. Kalau dihitung, sudah 3 kali saya
ke sana untuk berenang, dan satu kali saya ke sana hanya lewat saja. Jadi, saya
hampir hafal setiap sudut Pantai Sebanjar yang memesona itu.
Saat itu Sabtu sore saat saya baru saja kembali dari
Pantai Sebanjar. Rencananya, esoknya, Minggu pagi, kami sekeluarga akan pergi
ke Pulau Kepa, pulau di seberang Alor Kecil yang memiliki pesona bawah laut
yang luar biasa. Beberapa stasiun televisi swasta sempat mampir ke sana,
meliput keindahannya. Karena penasaran, saya pun meminta untuk diantar ke sana.
Karena kepercayaan masyarakat setempat masih kuat,
maka saya mau tidak mau juga harus percaya. Sore itu, bibi saya memberitahu
bahwa besok bukan waktu yang bagus untuk menyebrang ke Pulau Kepa. Saya tentu
merasa sangat kecewa karena 2 kali saya ke Alor, saya belum pernah sekali pun
menginjakkan kaki di sana. Tapi, semua ada alasannya. Menurut penduduk asli
Pulau Kepa, besok ombak besar datang dan biasanya laut akan memakan korban saat
ombak sedang mengamuk.
Saya menerima dengan berat hati, meski saat itu saya
lihat laut masih sangat tenang. Karena sudah terlanjur menyewa mobil untuk
piknik besok, akhirnya tujuan kami pun diganti. Kami pergi ke Ilawe yang
letaknya ada di sebelah timur, berlawanan arah dengan Pulau Kepa.
Kami berangkat dari Wetabua. Dengan mobil, kami bisa
sampai ke Ilawe dalam waktu 1 jam lebih sedikit. Dalam perjalanan, kami
melewati Pantai Maimol dan Pantai Mali. Kami juga melewati bandara yang ada di
Mali. Namun, saat di persimpangan menuju bandara, kami belok ke kiri dan
menaiki bukit.
Jalanan menuju ke Ilawe masih berbatu. Meski sudah
diaspal, jalanannya sudah hancur karena banyak truk yang memuat batu yang
melewatinya. Jadi, kami harus siap menghadapi guncangan sepanjang perjalanan
menaik bukit. Saat menanjak, kami bisa melihat Bandara Mali, satu-satunya
bandara yang ada di Alor. Dari Bandara Mali ini, pesawat yang tiba akan
mengangkut penumpang ke Kupang. Jadi, kalau teman-teman ingin ke Alor
menggunakan pesawat, teman-teman harus menuju ke Kupang dulu, baru dilanjutkan
dengan menaiki pesawat yang lebih kecil ke Mali.
Setelah melewati Mali, kami melewati pegunungan batu
di sebelah kiri dan sesekali melewati perumahan penduduk, meski sangat jarang.
Di sebelah kanan kami masih bisa melihat laut. Saat dalam perjalanan, saya
melihat pantai dengan pasir tipis yang menjorok sampai ke tengah laut. Di ujung
pasir tipis itu ada dua pohon besar yang berdiri. Saya sempat meminta untuk
mampir dan mengambil foto di situ, namun dilarang, lagi-lagi karena tempat itu
dianggap keramat dan tidak baik untuk pendatang seperti saya. Akhirnya, saya
hanya bisa memfotonya dari dalam mobil. Sedikit kecewa, sih.. :'((
Tidak jauh dari situ, akhirnya kami sampai ke Pantai
Ilawe. Pantainya tidak begitu terlihat dari jalan, jadi kami harus memarkir
mobil di dekat pantai. Ketika tiba, pantainya cukup sepi, hanya ada beberapa
orang anak kecil yang sedang berenang, kelihatannya mereka adalah penduduk
setempat. Di sana juga banyak perahu yang sandar milik penduduk setempat.
Saat tiba, kesan pertama saya adalah pantai ini sangat
mirip dengan Pantai Sebanjar. Bedanya, karang di pantai ini benar-benar banyak.
Sangat banyak, sampai saya benar-benar harus memakai sandal untuk berjalan
menuju ke laut. Jalannya juga harus hati-hati karena tumpukan karangnya bisa
berserakan ketika dipijak. Tapi, sekilas pantai ini benar-benar mirip dengan
Pantai Sebanjar.
Seperti kebanyakan pantai di Alor, Pantai Ilawe ini
juga berpasir putih. Sayangnya, karena banyaknya karang dan sampai dedaunan—di
Pantai Ilawe ini banyak pohon besar—pantai ini jadi terlihat kotor di
pinggirnya. Padahal, jika melihat lautnya, perjalanan panjang yang ditempuh
tadi sudah terbayar tuntas.
Jika melihat gambar di atas, di ujung pulau, tepatnya
di baliknya, ada pantai lain yang jauh lebih memukau dengan pesona batu
putihnya. Pantai itu dinamakan Pantai Batu Putih. Sayangnya, menuju ke sana
membutuhkan setengah perjalanan lagi dan udara terlalu panas untuk berpindah
dari tempat teduh di Pantai Ilawe. Ditambah lagi, di Batu Putih tidak ada
sinyal sama sekali dan di sana juga jauh dari rumah penduduk. Tapi, justru itu
yang membuatnya istimewa. Pantainya masih asli dan pemandangannya juga sangat
menyegarkan.
Di Pantai Ilawe ini juga tersedia pendopo yang cukup
besar. Biasanya, saat hasil melaut banyak, di tempat ini juga ada pasar pagi
yang berisi berbagai macam hasil melaut. Kalau hasil laut banyak, teman-teman
bisa mendapatkan ikan besar seharga Rp10.000, begitu juga kepiting dan lobster!
Hmmm.. Murah, bukan? Nikmatnya kalau bisa menikmati hasil tangkapan laut yang
segar langsung di pinggir pantai! :p
0 comments