Gagal ke Pulau Kepa, Akhirnya Melipir ke Ilawe

Selama 10 hari berada di Alor, pantai yang paling sering saya kunjungi adalah Pantai Sebanjar. Kalau dihitung, sudah 3 kali saya ke sana un...

Selama 10 hari berada di Alor, pantai yang paling sering saya kunjungi adalah Pantai Sebanjar. Kalau dihitung, sudah 3 kali saya ke sana untuk berenang, dan satu kali saya ke sana hanya lewat saja. Jadi, saya hampir hafal setiap sudut Pantai Sebanjar yang memesona itu.

Saat itu Sabtu sore saat saya baru saja kembali dari Pantai Sebanjar. Rencananya, esoknya, Minggu pagi, kami sekeluarga akan pergi ke Pulau Kepa, pulau di seberang Alor Kecil yang memiliki pesona bawah laut yang luar biasa. Beberapa stasiun televisi swasta sempat mampir ke sana, meliput keindahannya. Karena penasaran, saya pun meminta untuk diantar ke sana.

Karena kepercayaan masyarakat setempat masih kuat, maka saya mau tidak mau juga harus percaya. Sore itu, bibi saya memberitahu bahwa besok bukan waktu yang bagus untuk menyebrang ke Pulau Kepa. Saya tentu merasa sangat kecewa karena 2 kali saya ke Alor, saya belum pernah sekali pun menginjakkan kaki di sana. Tapi, semua ada alasannya. Menurut penduduk asli Pulau Kepa, besok ombak besar datang dan biasanya laut akan memakan korban saat ombak sedang mengamuk.

Saya menerima dengan berat hati, meski saat itu saya lihat laut masih sangat tenang. Karena sudah terlanjur menyewa mobil untuk piknik besok, akhirnya tujuan kami pun diganti. Kami pergi ke Ilawe yang letaknya ada di sebelah timur, berlawanan arah dengan Pulau Kepa.

Kami berangkat dari Wetabua. Dengan mobil, kami bisa sampai ke Ilawe dalam waktu 1 jam lebih sedikit. Dalam perjalanan, kami melewati Pantai Maimol dan Pantai Mali. Kami juga melewati bandara yang ada di Mali. Namun, saat di persimpangan menuju bandara, kami belok ke kiri dan menaiki bukit.

(Persimpangan jalan, ke kanan adalah Bandara Mali, ke kiri menuju ke Ilawe)


Jalanan menuju ke Ilawe masih berbatu. Meski sudah diaspal, jalanannya sudah hancur karena banyak truk yang memuat batu yang melewatinya. Jadi, kami harus siap menghadapi guncangan sepanjang perjalanan menaik bukit. Saat menanjak, kami bisa melihat Bandara Mali, satu-satunya bandara yang ada di Alor. Dari Bandara Mali ini, pesawat yang tiba akan mengangkut penumpang ke Kupang. Jadi, kalau teman-teman ingin ke Alor menggunakan pesawat, teman-teman harus menuju ke Kupang dulu, baru dilanjutkan dengan menaiki pesawat yang lebih kecil ke Mali.

(Bandara Mali, dilihat dari atas bukit saat perjalanan menuju ke Ilawe)


Setelah melewati Mali, kami melewati pegunungan batu di sebelah kiri dan sesekali melewati perumahan penduduk, meski sangat jarang. Di sebelah kanan kami masih bisa melihat laut. Saat dalam perjalanan, saya melihat pantai dengan pasir tipis yang menjorok sampai ke tengah laut. Di ujung pasir tipis itu ada dua pohon besar yang berdiri. Saya sempat meminta untuk mampir dan mengambil foto di situ, namun dilarang, lagi-lagi karena tempat itu dianggap keramat dan tidak baik untuk pendatang seperti saya. Akhirnya, saya hanya bisa memfotonya dari dalam mobil. Sedikit kecewa, sih.. :'((

(Pemandangan pantai dengan 2 pohon, dilihat dari dalam mobil)


Tidak jauh dari situ, akhirnya kami sampai ke Pantai Ilawe. Pantainya tidak begitu terlihat dari jalan, jadi kami harus memarkir mobil di dekat pantai. Ketika tiba, pantainya cukup sepi, hanya ada beberapa orang anak kecil yang sedang berenang, kelihatannya mereka adalah penduduk setempat. Di sana juga banyak perahu yang sandar milik penduduk setempat.

(Pantai Ilawe yang masih sepi)


Saat tiba, kesan pertama saya adalah pantai ini sangat mirip dengan Pantai Sebanjar. Bedanya, karang di pantai ini benar-benar banyak. Sangat banyak, sampai saya benar-benar harus memakai sandal untuk berjalan menuju ke laut. Jalannya juga harus hati-hati karena tumpukan karangnya bisa berserakan ketika dipijak. Tapi, sekilas pantai ini benar-benar mirip dengan Pantai Sebanjar.

(Garis pantai yang mirip dengan Pantai Sebanjar)


Seperti kebanyakan pantai di Alor, Pantai Ilawe ini juga berpasir putih. Sayangnya, karena banyaknya karang dan sampai dedaunan—di Pantai Ilawe ini banyak pohon besar—pantai ini jadi terlihat kotor di pinggirnya. Padahal, jika melihat lautnya, perjalanan panjang yang ditempuh tadi sudah terbayar tuntas.

(Batu karang, kulit kerang, koral, dan dedaunan gugur di Pantai Ilawe)


Jika melihat gambar di atas, di ujung pulau, tepatnya di baliknya, ada pantai lain yang jauh lebih memukau dengan pesona batu putihnya. Pantai itu dinamakan Pantai Batu Putih. Sayangnya, menuju ke sana membutuhkan setengah perjalanan lagi dan udara terlalu panas untuk berpindah dari tempat teduh di Pantai Ilawe. Ditambah lagi, di Batu Putih tidak ada sinyal sama sekali dan di sana juga jauh dari rumah penduduk. Tapi, justru itu yang membuatnya istimewa. Pantainya masih asli dan pemandangannya juga sangat menyegarkan.

(Berteduh di bawah pohon besar di Pantai Ilawe)

Di Pantai Ilawe ini juga tersedia pendopo yang cukup besar. Biasanya, saat hasil melaut banyak, di tempat ini juga ada pasar pagi yang berisi berbagai macam hasil melaut. Kalau hasil laut banyak, teman-teman bisa mendapatkan ikan besar seharga Rp10.000, begitu juga kepiting dan lobster! Hmmm.. Murah, bukan? Nikmatnya kalau bisa menikmati hasil tangkapan laut yang segar langsung di pinggir pantai! :p

You Might Also Like

0 comments